Saat ini ada banyak orang mulai membatasi makanannya pada jenis makanan tertentu saja. Ada yang menjadi vegetarian, yaitu mereka yang tidak makan makanan hewani, termasuk produk turunannya seperti susu, keju hingga es krim dan permen yang mengandung produk turunan tersebut. Ada yang menjadi vegetarian karena menjalankan aturan agama, ada juga yang menjalaninya karena meyakini bahwa cara tersebut lebih sehat. Omnitarian adalah sebutan bagi mereka yang tidak memiliki batasan apapun untuk jenis makanan.
Tanpa bermaksud membanding-bandingkan keduanya, tidak bisa dihindari akan timbul pertanyaan ketika menghubungkannya dengan kesehatan tulang. Mengapa? Apa yang dihindari kelompok vegetarian sebagian besar adalah produk yang selama ini diketahui sangat diperlukan untuk pembentukan tulang seperti: daging yang tinggi akan protein, susu dan produk turunannya yang dikenal dengan produk dairy yang kaya akan protein dan kalsium serta mineral. Apa yang terjadi ketika seseorang sama sekali tidak memasukkan nutrisi-nutrisi tersebut dalam daftar makanannya? Tidakkah ini akan menyebabkan defisit dan berakibat pada berbagai masalah tulang seperti osteoporosis, gigi keropos atau patah tulang?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sesungguhnya bukan pertanyaan asal-asalan, melainkan pertanyaan serius yang juga menyebabkan para pakar melakukan banyak studi dan penelitian. Sampai saat ini masih banyak pro dan kontra yang masih terjadi, diakibatkan hasil studi yang belum berhasil menjawab dengan tegas. Tapi bisa saja memang ini disebabkan vegetarian dapat mengganti sumber protein, kalsium dan mineralnya dari produk nabati, yaitu berbagai tumbuhan yang tidak kalah beragamnya. Banyak studi memperlihatkan bahwa para vegetarian tidak mengalami peningkatan resiko osteoporosis. Beberapa data justru memperlihatkan bahwa angka kejadian osteoporosis lebih tinggi di negara-negara yang lebih banyak mengonsumsi produk dairy seperti Amerika dan Eropa. Tapi di pihak lain kenyataan produk dairy mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tulang juga tidak dapat dipungkiri. Mungkin saja ini dipengaruhi sistem data dan diagnosa yang lebih baik di negara-negara tersebut, sehingga data osteoporosis yang tercatat lebih tinggi. Atau bisa saja memang ada faktor-faktor lain yang berperan, dan ini sangat mungkin terjadi dan terus dipelajari lebih jauh.
Tidak perlu bingung atau mungkin menunggu-nunggu kesimpulan penelitian untuk menjawab pertanyaan ini. Karena kita tahu ilmu pengetahuan terus berkembang, banyak teori yang bisa saja bertentangan. Tapi ada prinsip utama yang pasti dapat Anda pegang. Hal-hal yang bermanfaat atau setidaknya tidak menimbulkan kerugian bagi Anda:
Solusi Kesehatan Tulang Optimal untuk Keluarga Indonesia dengan L-CAL dan L-CAL Grow Jakarta, 25 September… Read More
6 Gejala Nyeri Sendi Yang Perlu Diwaspadai Akumausehat, Jakarta - Nyeri sendi dapat disebabkan berbagai macam… Read More
Akumausehat, Jakarta - Nyeri sendi adalah rasa sakit dan tidak nyaman pada sendi, yaitu jaringan… Read More
Cukup banyak tren baru muncul di era pandemi, salah satunya adalah tren berolah raga yang… Read More
Menjaga kesehatan merupakan hal penting untuk tubuh kita. Salah satu caranya dengan makan makanan bergizi… Read More