Kekurangan mikronutrien dapat disebabkan oleh:
- Pola makan yang kurang baik dan tidak lengkap akibat ketidaktahuan, kurangnya kesadaran untuk mengikuti pola makan yang baik, atau masalah ekonomi sosial lainnya. Termasuk di dalamnya adalah berbagai pola diet yang bertujuan untuk menurunkan berat badan dengan cara yang salah.
- Gangguan penyerapan akibat kelainan saluran pencernaan atau interaksi dengan makanan atau minuman lain yang menghambat penyerapan mikronutrien, misalnya teh atau kopi.
- Asupan yang kurang karena tingginya kebutuhan misalnya pada masa kehamilan, pertumbuhan atau sakit.
Beberapa data berikut membuktikan bahwa defisiensi mikronutrien memang merupakan masalah nasional, antara lain:
- Data hasil penelitian di 12 propinsi pada tahun 2009 memperlihatkan rata-rata balita mengalami kekurangan seng sebesar 36,1%.
- RISKESDAS 2018 menyebutkan jumlah ibu hamil yang mengalami anemia (terutama akibat kekurangan besi) sebesar 48,9%.
Secara umum kekurangan berbagai vitamin dan mineral mempengaruhi kesehatan, tapi secara khusus jika terjadi sejak dalam kandungan hingga masa pertumbuhan, maka akan berpengaruh pada kualitas generasi yang akan datang. Karena itu kecukupan mikronutrien juga harus menjadi prioritas. Beberapa usaha fortifikasi mikronutrien ke dalam makanan telah dilakukan secara masal, seperti:
- Fortifikasi yodium ke dalam garam.
- Fortifikasi besi pada tepung terigu.
- Fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng.
Namun untuk mendapatkannya secara lengkap, perlu asupan rutin setiap hari dengan menu makanan bervariasi, yang secara umum harus terdiri dari karbohidrat yang berasal dari nasi atau penggantinya, protein hewani dan nabati, beragam sayur, buah dan susu atau produk turunannya. Bila perlu lengkapi dengan suplemen vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan.