Pengaruh Makanan Pada Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus terdiri dari 3 jenis:
- Diabetes mellitus tipe 1
- Diabetes mellitus tipe 2
- Diabetes gestasional
Dari ketiganya lebih dari 90% adalah diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). Penyebab diabetes tipe 2 sendiri cukup komplek dan berhubungan dengan hal-hal yang tidak dapat dikendalikan seperti usia, ras dan genetik serta faktor yang dapat dikendalikan seperti pola makan, aktivitas fisik dan merokok.
Menyadari eratnya hubungan antara pola makan dengan DMT2 ini akan membawa pengaruh sangat besar bagi pengendalian DMT2, terutama di era modern seperti sekarang di mana segala sesuatu mengarahkan manusia pada pola hidup yang lebih statis dan kurang bergerak. Maka pengendalian pola makan diharapkan akan menekan angka DMT2. Manfaat pengendalian diet juga akan mengurangi terjadinya komplikasi pada pasien DMT2.
Perkembangan Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) pertama kali dikenal sekitar 3000 tahun lalu melalui catatan bangsa Yunani dan India yang menggambarkan gejala penyakit menyerupai DM. Pada tahun 1776 Inggris adalah yang pertama kali mengonfirmasi adanya penemuan kelebihan gula pada darah dan urine. Sejalan dengan waktu, pengetahuan tentang DM berkembang pesat dan dinyatakan sebagai kelainan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin atau terganggunya kerja insulin (resistensi insulin).
Ternyata perkembangan pengetahuan tentang DM tidak serta-merta menurunkan angka DM. Tahun 2011 diketahui 366 juta (8,3%) orang di dunia pada usia 20-79 tahun adalah penderita DM. Dengan pola seperti ini diperkirakan pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 552 juta (9,9%). Ini menjadi sangat serius karena komplikasi DM sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup pasien. Lebih dari 50% penderita DM mengalami kematian karena komplikasi penyakit pembuluh darah dan jantung terutama serangan jantung dan stroke. Tidak jarang pada akhirnya pasien harus menjalani cuci darah rutin dan cangkok ginjal. Kebutaan dan amputasi juga merupakan akibat serius dari komplikasi DM.
Beberapa Bukti Keterkaitan Pola Makan dan Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada awalnya India adalah yang pertama memperhatikan keterkaitan tersebut, dimana DMT2 cenderung terjadi pada kelompok orang kaya yang mengkonsumsi tepung, minyak dan gula dalam jumlah lebih besar. Pada masa Perang Dunia I dan II kematian akibat DMT2 menurun sangat drastis karena berkurangnya makanan dan timbulnya kelaparan di negara-negara yang terlibat seperti Jerman dan negara Eropa lainnya. Di Berlin kematian akibat diabetes tercatat 23.1 : 100.000 orang di tahun 2014 menjadi 10.9 : 100.000 orang di tahun 1919. Pada periode yang sama angka kematian akibat diabetes di negara-negara yang tidak kekurangan makanan tidak memperlihatkan penurunan.
Cukup banyak studi dilakukan untuk membuktikan pengaruh karbohidrat dan gula pada DMT2. Ternyata memperlihatkan hasil yang positif dengan kenaikan berat badan yang kemudian mengarah pada kenaikan angka DMT2. Kenyataannya kenaikan berat badan pada batas tertentu individu akan meningkatkan resistensi insulin.
Sebuah studi pada 500 anak sekolah dari berbagai etnis selama 19 bulan memperlihatkan bahwa penambahan 1 porsi minuman bersoda menimbulkan kecenderungan naiknya berat badan pada kelompok tersebut. Dan saat ini semakin banyak ditemukan keterkaitan antara obesitas / kegemukan dengan kebiasaan mengonsumsi minuman bersoda yang banyak mengandung gula/pemanis buatan yang juga menimbulkan resistensi insulin di mana insulin tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Pola makan terbukti berpengaruh pada angka DMT2, bukan hanya porsi makanan tapi juga komposisi dan pemilihan jenis makanan. Diet tinggi daging merah, gula dan gorengan meningkatkan risiko resistensi insulin. Sebuah studi khusus dilakukan oleh universitas di Copenhagen untuk melihat bagaimana pengaruh pola makan pada 100 pria usia <50 tahun yang sedang melakukan latihan pembentukan otot. Pada kelompok ini biasanya mengkonsumsi makanan tinggi protein, karbohidrat terukur dan rendah gula. Hasilnya memperlihatkan resistensi insulin meningkat (penurunan fungsi insulin) pada kelompok tertentu, yaitu mereka yang memakai steroid/hormon pembentuk otot, baik yang sedang menggunakan maupun yang pernah menggunakan. Sedangkan pada yang tidak menggunakan steroid anabolik tidak mengalami penurunan fungsi insulin. Dengan demikian disimpulkan pola makan tersebut cukup baik, bahkan dapat diterapkan pada mereka yang telah menderita DMT2 selama tidak menggunakan steroid anabolik.
Pengetahuan tentang Diet pada Diabetes Mellitus Tipe 2
Telah kita lihat betapa pentingnya faktor pengaturan pola makan bagi penderita DMT2. Kenyataannya pada masyarakat yang berisiko tinggi menderita DMT2 masih sangat minim pengetahuan pola makan sehat.
Negara-negara Arab saat ini merupakan negara dengan tingkat obesitas yang cukup tinggi. Peningkatannya terjadi drastis sejalan dengan tingkat kemakmuran dan pola hidup masyarakat yang kurang aktivitas fisik serta bertambahnya pilihan makanan yang cenderung tinggi lemak, karbohidrat dan gula. Kondisi ini merupakan faktor-faktor risiko timbulnya resistensi insulin dan kenaikan angka DMT2. Di pihak lain ternyata studi memperlihatkan pengetahuan dan kesadaran untuk mengatur pola makan yang sesuai dengan diabetes masih sangat rendah. Lebih dari separuh penderita DMT2 menolak untuk mengatur makanannya, menurunkan berat badan maupun memulai olah raga.
Pengetahuan Diet dan Penerapan Diet pada Diabetes Mellitus Tipe 2
Penerapan pola makan dibengaruhi oleh kebiasaan makan. Karena itu pengetahuan akan pola diet yang benar diharapkan akan mempengaruhi penerapan diet yang baik, walaupun mungkin tidak sesuai dengan kebiasaan makan sebelumnya. Banyak studi dilakukan untuk mempelajari pola diet penderita DMT2 di berbagai negara. Di Indonesia disimpulkan penderita DMT2 menyukai makanan tinggi lemak yang mengarah pada risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Kecenderungan untuk tidak sarapan dalam 1 dekade ini juga merupakan perubahan pola diet yang yang akhirnya akan meningkatkan risiko DMT2 karena memperlihatkan pola peningkatan obesitas. Mungkin dapat disimpulkan bahwa makan teratur dengan jumlah dan jenis makanan yang tepat akan lebih baik dari pada mengurangi frekuensi makan tapi tidak memperhatikan porsi dan jenisnya.
Karbohidrat terbukti meningkatkan secara langsung nilai gula darah sehabis makan. Karena itu pembatasan karbohidrat tentunya akan lebih baik. Konsumsi minyak zaitun murni juga memperlihatkan pengaruhnya dalam mengurangi komplikasi kelainan mata akibat DMT2. Demikian juga kebiasaan untuk memperbanyak porsi buah dan sayuran diimbangi dengan pengurangan karbohidrat, gula dan lemak terbukti meningkatkan kesehatan.
Demikianlah hakikatnya pengendalian DMT2 terutama bergantung pada terapi dan diet yang tepat untuk mengurangi keluhan dan gejala serta mencegah komplikasinya. Pengetahuan tentang diet yang benar harus dibarengi dengan ketaatan untuk penerapannya dalam diet sehari-hari.