Klik Untuk Menilai Artikel ini
[Total: Rata-rata: ]

Test Covid-19: Mana Yang Paling Tepat Untuk Saya?

Jika Anda teliti, mungkin timbul pertanyaan: “Mengapa paling tepat, bukan paling akurat?”. Jawabannya tidak sederhana. Tapi kira-kira begini. Pemeriksaan yang paling akurat tidak mudah untuk dilakukan pada sebanyak-banyaknya orang, maka jalan keluarnya adalah dengan melakukan pemeriksaan lain, sesuai dengan kondisi yang ada pada individu atau kelompok tersebut. Dari pada hanya sedikit yang dapat dijangkau, lebih baik dilakukan secara luas walaupun akurasi lebih rendah.

Saat ini sesuai arahan WHO, dan secara empiris memang Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) atau yang biasa disebut sebagai “swab PCR” merupakan metode pemeriksaan yang dijadikan acuan di negara kita untuk menyatakan seseorang positif COVID-19. Namun pemeriksaan ini memerlukan waktu relatif lebih lama, kapasitas terbatas dan lebih mahal. Untuk negara seperti Indonesia dengan jumlah penduduk besar, faktor-faktor tersebut tentu menjadi hambatan yag berarti. Karena itu perlu ada metode lain yang lebih cepat, mudah dan murah. Walaupun akurasinya memang lebih rendah, tapi mempunyai nilai tersendiri. Untuk lebih memahaminya, sekilas perlu diketahui perbedaan metode dan tujuan pemeriksaan yang banyak dilakukan di Indonesia.

Untuk mudahnya, kita bedakan saja dua metode pemeriksaan, yaitu rapid test dan swab PCR. Rapid test sebenarnya adalah sebutan yang terlalu luas. Namun di Indonesia sebutan ini lebih dimaksudkan pada pemeriksaan yang biasa dilakukan dengan mengambil darah pada ujung jari untuk diteteskan pada alat kecil dan kemudian ditambahkan cairan reagen dan dibaca hasilnya 15 menit kemudian. Jumlah garis yang muncul akan menentukan apakah pemeriksaan tersebut reaktif atau tidak. Jika Anda pernah melihat atau menjalani test ini, artinya informasi yang diperoleh adalah apakah Anda pernah terinfeksi dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu yang lalu. Jika iya, maka antibodi kemungkinan telah muncul. Tergantung kondisi tubuh, perlu waktu seminggu atau lebih baru antibodi dapat terbentuk. Jika hasilnya negatif/non reaktif, kemungkinan Anda memang belum pernah terinfeksi, atau Anda baru terinfeksi dalam waktu dekat dan antibodi belum terbentuk, atau tubuh Anda tidak dapat membentuk antibodi. Siapa yang biasanya menjalani test ini? Biasanya adalah mereka yang tidak bergejala dan tidak memiliki riwayat kontak cukup erat dengan orang yang diketahui positif COVID-19. Jadi pemeriksaan ini hanya bersifat skrining, misalnya di tempat kerja atau bagi perorangan yang ingin mengetahui/mendeteksi apakah ada yang reaktif, untuk kemudian diperiksa lebih lanjut dengan metode swab PCR. Dengan cara ini dapat diperkecil ruang lingkup pencarian mereka yang terinfeksi, sehingga prosesnya menjadi lebih cepat untuk memutus tali penularan. Cukup sering terjadi false negatif atau negatif palsu, di mana sesungguhnya positif, namun hasilnya menyatakan non reaktif. Karena itu jika memungkinkan pemeriksaan dapat diulang kira-kira seminggu kemudian. Namun jika hasilnya false positif atau positif palsu, berarti sesungguhnya negatif namun alat menunjukkan positif. Segera lakukan swab PCR untuk konfirmasi. Melalui swab PCR, yang dicari adalah materi genetik yang memang secara langsung memastikan keberadaan virus. Jadi walaupun baru terinfeksi, pemeriksaan ini mampu mendeteksinya dengan segera, tidak perlu menunggu terbentuknya antibodi. Namun perlu diketahui bahwa swab PCR juga tidak akurat 100%. Ada beberapa faktor yang mungkin saja menyebabkan virus tidak terdeteksi atau malah hasilnya positif palsu, misalnya karena bahan swab orang yang satu terkontaminasi bahan dari orang lain. Namun sejauh ini swab PCR lebih mendekati kebenaran.

Baca Artikel Lainnya :   Cara Mengatasi Gangguan Susah Tidur?

Maka jika ada seseorang yang diduga terinfeksi, mungkin karena bergejala atau dari telusur jejak telah berkontak cukup erat dengan pasien positif (walaupun tidak ada gejala) atau kondisi apapun yang menyebabkan orang tersebut mungkin telah terpapar, maka pemeriksaan yang akan dilakukan bukan lagi bertujuan untuk skrining, melainkan penegakan diagnosa. Untuk itu metode yang dipilih haruslah swab PCR.

Dengan demikian dapat dimaklumi mengapa walaupun kurang akurat, persyaratan transportasi antar kota sementara ini tetap menetapkan rapid test sebagai persyaratan dan bukan swab PCR. Tujuannya adalah masih bersifat skrining, dengan asumsi calon penumpang adalah “orang sehat”. Bayangkan jika ada orang yang sangat sering menggunakan jasa transportasi antar kota, persyaratan swab PCR akan terasa memberatkan secara finansial maupun waktu. Rata-rata masa berlaku surat keterangan sehat hasil swab PCR adalah 7 hari. Bayangkan jika Anda harus bolak-balik ke fasilitas kesehatan dan menjalani swab, jika Anda adalah seorang yang banyak melakukan perjalanan. Karena setelah seminggu, surat keterangan sehat Anda tadi tidak berlaku lagi. Kondisi tersebut pasti akan dirasa tidak menyenangkan. Berbeda halnya jika sedang merasa tidak enak badan, akan lebih baik jika perjalanan ditunda dahulu. Jika perjalanan yang dilakukan adalah karena alasan berobat untuk masalah kesehatan non Covid-19 dan tidak dapat ditunda, pastikan untuk melakukan swab PCR dan lindungi diri dengan protokol ketat. Semua itu bukan hanya demi kepentingan orang lain, tapi tentu saja juga demi kepentingan diri Anda sendiri.

Bagaimanapun juga untuk saat ini membatasi aktivitas di luar rumah masih merupakan pilihan terbaik. Tetap konsisten jalankan protokol kesehatan jika Anda terpaksa harus keluar rumah. Karena seketat apapun seseorang tetap berdiam di dalam rumah, jika ada anggota keluarga yang harus beraktivitas di luar rumah, maka seisi rumah akan mendapatkan risiko yang sama.

Baca Artikel Lainnya :   #DiRumahAja : Hati-hati Ada Bahaya Lain Mengancam

Tinggalkan Komentar Anda